Hakikat Panjang Umur

INDRAGIRI.com - Barangsiapa yang umurnya sudah melebihi 40 tahun, sedangkan kebaikannya tidak lebih banyak dari keburukannya, maka bersiap-siaplah ke-Neraka. ( Hadist dalam Mizan al-Hikmah, 6:554)

Saat ini sepantasnyalah kita bersyukur kepada Allah SWT karena masing-masing kita masih bisa mandi sendiri sebelum dimandikan orang lain, kita masih bisa berpakaian sendiri sebelum diri kita dipakaikan pakaian oleh orang lain. Ini terimpan pesan bahwa masing-masing kita masih diberi umur yang panjang. Akan tetapi yang penting untuk digaris bawahi adalah tentang hakikat panjang umur,


Apa sesungguhnya hakikat panjang umur ?

Makna hakikat panjang umur sungguh penting untuk kita ditelusuri, gunanya adalah sebagai pesan batin tentang dimana sesungguhnya ujung dari kehidupan ini sebagai tempat kita akan berlabuh.


Kalaulah yang dipahami bahwa dunia adalah bersifat sementara lalu akhirat adalah tempat yang abadi dan segala apa yang diperbuat akan dipertanggungjawabkan nantinya, tentu pengetahuan tentang hakikat panjang umur adalah sesuatu yang mesti dipahami. Sebab jika tidak, sepanjang apapun jatah umur yang diberikan Allah kepada kita akan dijalani dengan sia-sia tanpa satu perhitungan apa-pun. Kalau kondisi seperti ini yang terjadi sungguh  sangat menyedihkan.


Melalui tulisan ini setidaknya dapat menjadi pesan atau nasehat bagi kita bersama terkait dengan bagaimana kita memandang hidup dan bagaimana pula kita akan hidup memanfaatkan sisa umur yang masih dititipkan.

Terkait dengan persoalan umur, kita ambil satu contoh budaya yang sering dipraktekkan oleh kalangan masyarakat kita yaitu peringatan ulang tahun (ul-tah). Ketika sampai pada titik bertambahnya usia maka mereka melakukan perayaan dengan meriah, mengundang tetangga dan teman-teman, membuat dekorasi dengan berbagai perhiasan, melakukan hiburan berupa nyanyian, tarian dan tepuk tangan secara serentak sembari mengucapkan nyanyian;”panjang umurnya…panjangumurnya.. panjangumurnya serta mulia”. Peringatan seperti ini telah memberi kesan bahwa seakan-akan aku akan hidup seribu tahun lagi dan lupa bahwa bertambahnya usia lebih identik dengan upaya-upaya perbaikan cara hidup apakah sudah sesuai dengan selera Allah.

Dalam buku psikologi Kematian dijelaskan bahwa hakikat panjang umur adalah berkurangnya jatah kehidupan dari Allah SWT untuk kita. Menurut satu riwayat bahwa panjang usia umat Nabi Muhammad SAW rata-rata mencapai 60 tahun, jadi, andaikan di antara kita saat ini ada yang sudah berumur sudah 50 tahun, artinya peluang untuk hidup masih tersisa 10 tahun lagi. Ini persoalan peluang, akan tetapi tentu setiap kita tidak bisa menjamin apakah jatah dari sisa 10 tahun itu kita miliki atau tidak, ini hanya Allah SWT yang maha tahu. Maka dari itu, untuk menghadapi kondisi yang tak pasti membutuhkan sikap yang pasti sebagai antisipasi agar saat kita dijemput dari dunia ini tidak diratapi dengan kekesalan karena kotornya jiwa dari noda dan dosa. Oleh karena itu di sisa kehidupan yang masih diberikan sepantasnyalah dipergunakan dengan penuh perhitungan.

Wahai saudaraku se-iman, yakinlah bahwa umur setiap kita akan diperhitungkan (hisab), dan Allah SWT bukan hanya melihat kualitas umur tapi Ia juga akan memeriksa dengan teliti tentang penggunaan umur
itu.


Rasulullah SAW bersabda: “ tidak akan bergeser telapak kaki manusia pada hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat hal: pertama, umur-mu untuk apa engkau habiskan, kedua, masa muda-mu untuk apa engka pergunakan, ketiga, harta darimana engkau peroleh dan kemana engkau belanjakan, ke-empat, ilmu-mu untuk apa engkau manfaatkan”.

Dari persoalan ini setidaknya ada pesan penting yang perlu menjadi renungan bahwa disetiap detik waktu yang kita jalani adalah pinjaman Allah, yang harus juga kita gunakan atas nama Allah (zikrullah).Sebab, lepas dari ini semua gaya dan cara hidup kita akan menjadi salah kaprah. Salah kaprah dalam menggunakan waktu yang dipinjamkan Allah akan dapat menghukum kita baik itu di dunia maupun diakhirat kelak, karena begitu banyak rentetan sejarah mengisahkan kepada kita tentang penyesalan kaum-kaum terdahulu terkait dengan salahnya  memahami dan menggunakan waktu.

Sudah menjadi hukum dunia bahwa segala penyesalan itu datangnya dikemudian hari. Kalau penyesalan terhadap persoalan urusan dunia misalnya barangkali masih bisa kita perjuangkan kembali, akan tetapi bagaimana kalau penyesalan itu terjadi pada persoala urusan kesucian jiwa kita kepada Allah SWT, datangnya di saat-saat meregangnya nyawa ditenggorokan tentu kita tidak lagi punya waktu kecuali hanya pasrah kembali dalam keadaan diri apa adanya yaitu diri yang tidak taat kepada Allah SWT.

Kini, disisa umur yang ada marilah kita evaluasi kembali terkait dengan penggunaannya selama ini, serta meningkatkan amalan-amalan yang diperintah terutama bagi kita yang sudah memasuki usia tua (40 tahun). Marilah sejenak merenung diri apa sesungguhnya yang mau dicari dari dunia yang fana ini, karena semuanya tidaklah dapat menjadi penyelamat kecuali sikap dan amalan yang tulus semata hanya karena Allah SWT. Untuk itu marilah sama-sama kita jaga waktu, jangan sampai di saat-saat tertentu ia menghukum kita. jaga shalat, ber-infak dan bersedekahlah jika diberika nrizki, buatlah kebaikan yang bermanfaat buat orang banyak semoga Allah akan menghidarkan setiap kitamati dalam keadaan suul khathimah (mati yang buruk).


Oleh : Ahmad Tamimi

Posting Komentar

0 Komentar